BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan
adalah suatu usaha sadar, terencana, sistematis dan berlangsung terus menerus
dalam suatu proses pembelajaran untuk mengembangkan segenap potensi manusia
baik jasmani maupun rohani dalam tingkatan kognitif, afektif dan psikomotor
sehingga terwujud perubahan prilaku manusia dan berkharakter kepribadian
bangsa.
Pendidikan biologi merupakan bagian
dari pendidikan sains dan sebagai salah satu
mata pelajaran di sekolah yang diharapkan dapat mencapai tujuan
pendidikan nasional yang ada. Biologi merupakan wahana untuk meningkatkan ilmu
pengetahuan, keterampilan sikap serta bertanggung jawab kepada lingkungan.
Biologi berkaitan dengan cara mencari tahu dan memahami alam dan makhluk hidup
secara sistematis sehingga pembelajaran biologi bukan hanya penguasaan dari
kumpulan fakta tetapi juga proses penemuan. Selain itu Biologi merupakan salah
satu pendidikan dan langkah awal bagi seorang anak mengenal dan memahami
konsep-konsep tentang alam untuk membangun keahlian dan kemampuan berpikirnya
agar dapat berperan aktif menerapkan ilmunya dalam dunia teknologi.Untuk
merealisasikan hal tersebut maka harus terjadi peningkatan mutu pendidikan
dalam pembelajaran biologi dan sains.
Permasalahan pembelajaran sains atau
biologi diantaranya adalah: pengajaran sains hanya mencurahkan pengetahuan
(tidak berdasarkan praktek). Dalam hal ini, fakta, konsep dan prinsip sains
lebih banyak dicurahkan melalui ceramah, tanyajawab, atau diskusi tanpa
didasarkan pada hasil kerja praktek.Variasi kegiatan belajar mengajar (KBM)
sangat sedikit.
Atas dasar pemikiran tersebut maka
kami menyusun makalah ini dengan judul “Pemahaman Penyusunan alternatif solusi Permasalahan
Pendidikan Sains Biologi” sehingga pendekatan pembelajaran yang perlu
dikembangkan perlu penekanan pada kegiatan belajar siswa aktif.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana Alternatif Solusi Permasalahan Pendidikan Biologi?
2.
Bagaiamana Alternatif Solusi Pemerintah Yang Sesuai Dengan Permasalahan
Biologi?
1.3
Tujuan
1. Untuk Menegetahui Alternatif Solusi Permasalahan Pendidikan
Biologi.
2. Untuk Menegetahui Alternatif
Solusi Pemerintah Yang Sesuai Dengan Permasalahan Biologi.
BAB II
PROBLEMATIKA PENDIDIKAN
Dalam
memetakan masalah pendidikan maka perlu diperhatikan realitas pendidikan itu
sendiri yaitu pendidikan sebagai sebuah subsistem yang sekaligus juga merupakan
suatu sistem yang kompleks. Gambaran pendidikan sebagai sebuah subsistem adalah
kenyataan bahwa pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang berjalan
dengan dipengaruhi oleh berbagai aspek eksternal yang saling terkait satu sama
lain. Aspek politik, ekonomi, sosial-budaya, pertahanan-keamanan, bahkan
ideologi sangat erat pengaruhnya terhadap keberlangsungan penyelenggaraan
pendidikan, begitupun sebaliknya. Sedangkan pendidikan sebagai suatu sistem
yang kompleks menunjukan bahwa pendidikan di dalamnya terdiri dari berbagai
perangkat yang saling mempengaruhi secara internal, sehingga dalam rangkaian
input-proses-output pendidikan, berbagai perangkat yang mempengaruhinya
tersebut perlu mendapatkan jaminan kualitas yang layak oleh berbagai
stakeholder yang terkait.
2.1
Permasalahan Pendidikan Sebagai Suatu Sub-Sistem
Sebagai
salah satu sub-sistem di dalam sistem negara/ pemerintahan, maka keterkaitan
pendidikan dengan sub-sistem lainnya diantaranya ditunjukan sebagai berikut:
Pertama,
berlangsungnya sistem ekonomi kapitalis di tengah-tengah kehidupan telah
membentuk paradigma pemerintah terhadap penyelenggaraan pendidikan sebagai
bentuk pelayanan negara kepada rakyatnya yang harus disertai dengan adanya
sejumlah pengorbanan ekonomis (biaya) oleh rakyat kepada negara. Pendidikan
dijadikan sebagai jasa komoditas, yang dapat diakses oleh masyarakat (para
pemilik modal) yang memiliki dana dalam jumlah besar saja.
kedua, berlangsungnya kehidupan sosial yang berlandasakan sekulerisme telah menyuburkan paradigma hedonisme (hura-hura), permisivisme (serba boleh), materialistik (money oriented), dan lainnya di dalam kehidupan masyarakat. Motif untuk menyelenggarakan dan mengenyam pendidikan baik oleh pemerintah maupun masyarakat saat ini lebih kepada tujuan untuk mendapatkan hasil-hasil materi ataupun keterampilan hidup belaka.
Ketiga,
berlangsungnya kehidupan politik yang oportunistik telah membentuk karakter
politikus machiavelis (melakukan segala cara demi mendapatkan keuntungan) di
kalangan eksekutif dan legislatif termasuk dalam perumusan kebijakan pendidikan
indonesia. Melalui Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP),
Pemerintah berencana memprivatisasi sektor pendidikan. Semua satuan pendidikan
(sekolah) kelak akan menjadi badan hukum pendidikan (BHP) yang wajib mencari
sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh sekolah negeri, dari SD
hingga perguruan tinggi.
Demikianlah
uraian problematika pendidikan nasional yang ditinjau dari eksistensinya
sebagai suatu sub-sistem (sistem cabang) ternyata erat kaitannya dengan
pengaruh dari sub-sistem yang lain (ekonomi, politik, sosial-budaya, ideologi,
dsb). Sistem pendidikan nasional juga merupakan bagian dari penyelenggaraan
sistem kehidupan di Indonesia saat ini.
2.2.Permasalahan
Pendidikan Sebagai Sebuah Sistem Kompleks
Dalam kaitan pendidikan sebagai suatu sistem, maka permasalahan pendidikan
yang saat ini tengah berkembang, maka masalah pendidikan nasional dapat
diuraikan sebagai berikut:
2.2.1 Kerusakan Sarana/ Prasarana
Ruang Kelas
Sarana dan
prasarana pendidikan merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi
keberhasilan penyelenggaraan pendidikan. Dengan adanya kerusakan sarana dan
prasarana ruang kelas dalam jumlah yang banyak, maka proses belajar mengajar
tidak bisa berlangsung dengan baik dan efektif. Contohnya:
·
Adanya ruang kelas yang atapnya
bocor, saat musim hujan maka siswa tidak akan bisa belajar dengan baik maka
dari itu, proses belajar mengajar akan tergannggu.
·
Adanya kerusakan pada meja dan kursi
·
Kerusakan pada papan tulis
2.2.2 Kekurangan Jumlah Tenaga Guru
Guru sebagai pilar penunjang terselenggaranya suatu sistem pendidikan,
merupakan salah satu komponen strategis yang juga perlu mendapatkan perhatian
oleh negara. Misalnya dalam hal penempatan guru, bahwa hingga sekarang ini
jumlah guru dirasakan oleh masyarakat maupun pemerintah sendiri masih sangat
kurang, terutama di daerah-daerah terpencil. Sebagai contoh di daerah-daerah
terpencil di semua Kabupaten di Bali, bahwa kondisi minimnya jumlah guru
dibandingkan kebutuhan yang ada sudah sering dilontarkan. Bukan hanya di
tingkat daerah, tapi juga telah menjadi persoalan nasional. Kurangnya jumlah
guru ini jelas merupakan persoalan serius karena guru adalah ujung tombak
pendidikan. Kekurangan tersebut membuat beban guru semakin bertumpuk sehingga
sangat berpotensi mengakibatkan menurunnya kualitas pendidikan.
2.2.3
Mahalnya biaya pendidikan
Pendidikan
bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya
biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan.
Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi
(PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak
bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.Untuk masuk TK dan SDN saja saat
ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut
di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.
Makin
mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah
yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada
realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena
itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu
disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas
modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala
pungutan uang selalu berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada
tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus
dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah.
Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah,
dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara
terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.Kondisi ini akan lebih buruk dengan
adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status
pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi
ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu Pemerintah secara
mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada
pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun
berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah
beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak
pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.
2.3
Pengelolaan dan Efisiensi
Masalah pengelolaan dan efisiensi pendidikan
diantaranya dikelompokan berdasarkan lima hal yaitu:
2.3.1 Kinerja dan Kesejahteraan Guru Belum
Optimal
Kesejahteraan
guru merupakan aspek penting yang harus diperhatikan oleh pemerintah dalam
menunjang terciptanya kinerja yang semakin membaik di kalangan pendidik. Berdasarkan
UU No.14/2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 14 sampai dengan 16 menyebutkan
tentang Hak dan Kewajiban diantaranya, bahwa hak guru dalam memperoleh
penghasilan adalah di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan
sosial, mendapatkan promosi dan penghargaan, berbagai fasilitas untuk
meningkatkan kompetensi, berbagai tunjangan seperti tunjangan profesi,
fungsional, tunjangan khusus bagi guru di daerah khusus. Undang-undang tersebut
memang sedikit membawa angin segar bagi kesejahteraan masyarakat pendidik,
namun dalam realisasinya tidak sesuai dengan apa yang direncanakan.
2.3.2
Proses Pembelajaran Yang Konvensional
Dalam hal
pelaksanaan proses pembelajaran, selama ini sekolah-sekolah menyelenggarakan
pendidikan dengan segala keterbatasan yang ada. Hal ini dipengaruhi oleh
ketersediaan sarana-prasarana, ketersediaan dana, serta kemampuan guru untuk
mengembangkan model pembelajaran yang efektif.
Dalam PP No
19/2005 tentang standar nasional pendidikan disebutkan dalam pasal 19 sampai
dengan 22 tentang standar proses pendidikan, bahwa proses pembelajaran pada
satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Adanya keteladanan pendidik, adanya perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan
pengawasan yang efektif dan efisien dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan standar yang ditetapkan di atas, maka proses pembelajaran yang dilakukan antara peserta didik dengan pendidik seharusnya harus meninggalkan cara-cara dan model yang konvensional sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Sudah selayaknya profesi sebagai seorang pendidik membutuhkan kompetensi yang terintegrasi baik secara intelektual-akademik, sosial, pedagogis, dan profesionalitas yang kesemuanya berlandaskan pada sebuah kepribadian yang utuh pula, sehingga dalam menjalankan fungsinya sebagai pendidik senantiasa dapat mengembangkan model-model pembelajaran yang efektif, inovatif, dan relevan.
Berdasarkan standar yang ditetapkan di atas, maka proses pembelajaran yang dilakukan antara peserta didik dengan pendidik seharusnya harus meninggalkan cara-cara dan model yang konvensional sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Sudah selayaknya profesi sebagai seorang pendidik membutuhkan kompetensi yang terintegrasi baik secara intelektual-akademik, sosial, pedagogis, dan profesionalitas yang kesemuanya berlandaskan pada sebuah kepribadian yang utuh pula, sehingga dalam menjalankan fungsinya sebagai pendidik senantiasa dapat mengembangkan model-model pembelajaran yang efektif, inovatif, dan relevan.
2.3.3 Jumlah dan Kualitas Buku Yang Belum Memadai
Ketersediaan buku yang berkualitas merupakan salah satu prasarana
pendidikan yang sangat penting dibutuhkan dalam menunjang keberhasilan proses
pendidikan. Sebagaimana dalam PP No 19/2005 tentang SNP dalam pasal 42 tentang
Standar Sarana dan Prasarana disebutkan bahwa setiap satuan pendidikan wajib
memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan,
buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain
yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan
berkelanjutan.
Secara teknis, pengadaan buku pelajaran di sekolah tidak lagi boleh
dilakukan oleh sekolah dengan menjual buku-buku kepada siswa secara bebas,
melainkan harus sesuai dengan buku sumber yag direkomendasikan oleh pemerintah.
Saat ini pemerintah sudah mengeluarkan anggaran berupa dana bos. Selain itu,
buku yang dibeli juga harus sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan pemerintah
melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 11 Tahun 2005.
Jumlah penerbit yang telah mendapatkan sertifikat dan sesuai menurut
Permendiknas No. 11 Tahun 2005 sebanyak 98 penerbit dan ratusan judul buku.
Ke-98 penerbit tersebut jika dirinci, untuk penerbit buku matematika sebanyak
31 penerbit, bahasa Indonesia sebanyak 45 penerbit, dan bahasa Inggris sebanyak
22 penerbit (www. Klik-galamedia.com, 08 Februari 2007).
2.3.4
Keterbatasan Anggaran
Ketersediaan anggaran yang memadai dalam penyelenggaran pendidikan sangat
mempengaruhi keberlangsungan penyelenggaraan tersebut. Ketentuan anggaran pendidikan
tertuang dalam UU No.20/2003 tentang Sisdiknas dalam pasal 49 tentang
Pengalokasian Dana Pendidikan yang menyatakan bahwa Dana pendidikan selain gaji
pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20%
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) (ayat 1).
Permasalahan lainnya yang juga penting untuk diperhatikan adalah alasan
pemerintah untuk berupaya merealisasikan anggaran pendidikan 20% secara
bertahap karena pemerintah tidak memiliki kemampuan untuk mengalokasikan 20%
secara sekaligus dari APBN/APBD. Padahal kekayaan sumber daya alam baik yang
berupa hayati, sumber energi, maupun barang tambang jumlahnya melimpah sangat
besar. Tetapi karena selama ini penanganannya secara kapitalistik maka return
dari kekayaan tersebut malah dirampas Oleh para ahli pemilik modal.
2.3.5
Mutu SDM Pengelola Pendidikan
Sumber daya pengelola pendidikan bukan hanya seorang guru atau kepala
sekolah, melainkan semua sumber daya yang secara langsung terlibat dalam
pengelolaan suatu satuan pendidikan. Rendahnya mutu dari SDM pengelola
pendidikan secara praktis tentu dapat menghambat keberlangsungan proses
pendidikan yang berkualitas, sehingga adaptasi dan sinkronisasi terhadap
berbagai program peningkatan kualitas pendidikan juga akan berjalan lamban.
Dengan memahami kerangka dasar penyelenggaraan pendidikan nasional yang
berlandaskan sekulerisme, maka standar pengelolaan pendidikan secara
nasionalpun akan sejalan dengan sekulerisme tersebut, semisal adanya mekanisme
MBS dan Otonomi PT sebagaimana disebutkan di atas yang merupakan implementasi
dari otonomi pendidikan.
2.4 SOLUSI PEMECAHAN MASALAH
2.4.1 Solusi Masalah Mendasar
Penyelesaian
masalah mendasar tentu harus dilakukan secara fundamental. Itu hanya dapat
diwujudkan dengan melakukan perombakan secara menyeluruh yang diawali dari
perubahan paradigma pendidikan sekular menjadi paradigma Islam. Ini sangat
penting dan utama. Artinya, setelah masalah mendasar diselesaikan, barulah
berbagai macam masalah cabang pendidikan diselesaikan, baik itu masalah
rendahnya sarana dan prasarana, pengelolaan dan efisiensi, hingga kualitas
pendidikan dan mahalnya biaya pendididikan. Solusi masalah mendasar itu adalah merombak total asas sistem pendidikan
yang ada, dari asas sekularisme diubah menjadi asas Islam, bukan asas yang
lain. Bentuk nyata dari solusi mendasar itu adalah mengubah total UU Sistem
Pendidikan yang ada dengan cara menggantinya dengan UU Sistem Pendidikan Islam.
Hal paling mendasar yang wajib diubah tentunya adalah asas sistem pendidikan.
Sebab asas sistem pendidikan itulah yang menentukan hal-hal paling prinsipil
dalam sistem pendidikan, seperti tujuan pendidikan dan struktur kurikulum.
2.4.2
Solusi Untuk Permasalah Derivat
Seperti diuraikan di atas, selain
adanya masalah mendasar, sistem pendidikan di Indonesia juga mengalami
masalah-masalah cabang, antara lain,
1.
Kerusakan Sarana Dan Prasarana
2.
Kekurangan Tenaga Guru
3.
Mahalnya Biaya Pendidikan
4.
Kinerja Dan Kesejahteraan Guru Belum
Optimal
5.
Proses Pembelajaran Yang
Konvensional
6.
Jumlah Dan Kualitas Buku Belum
Memadai
7.
Keterbatasan Anggaran
8.
Mutu SDM Pengelola Pendidikan
Untuk menyelasaikan masalah-masalah cabang di atas, diantaranya juga tetap
tidak bisa dilepaskan dari penyelesaian masalah mendasar. Sehingga dalam hal
ini diantaranya secara garis besar ada dua solusi yaitu:
Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan, antara lain: sistem ekonomi, sistem politik, sistem sosial, ideologi, dan lainnya. Dengan demikian, penerapan ekonomi syari’ah sebagai pengganti ekonomi kapitalis ataupun sosialis akan menyeleraskan paradigma pemerintah dan masyarakat tentang penyelenggaraan pendidikan sebagai salah satu bentuk kewajiban negara kepada rakyatnya dengan tanpa adanya pembebanan biaya yang memberatkan ataupun diskriminasi terhadap masyarakat yang tidak memiliki sumber dana (capital).
Kedua, solusi teknis, yakni solusi untuk menyelesaikan berbagai permasalahan internal dalam penyelenggaraan sistem pendidikan. Diantaranya:
Secara tegas, pemerintah harus mempunyai komitmen untuk mengalokasikan dana pendidikan nasional dalam jumlah yang memadai yang diperoleh dari hasil-hasil eksploitasi sumber daya alam yang melimpah yang merupakan milik ummat. Dengan adanya ketersediaan dana tersebut, maka pemerintahpun dapat menyelesaikan permasalahan aksesibilitas pendidikan dengan memberikan pendidikan gratis kepada seluruh masyarakat usia sekolah dan siapapun yang belum bersekolah baik untuk tingkat pendidikan dasar (SD-SMP) maupun menengah (SLTA), bahkan harus pula berlanjut pada jenjang perguruan tinggi. merekrut jumlah tenaga pendidik sesuai kebutuhan di lapangan disertai dengan adanya jaminan kesejahteraan dan penghargaan untuk mereka. Pembangunan sarana dan prasarana yang layak dan berkualitas untuk menunjang proses belajar-mengajar. Melarang segala bentuk kapitalisasi dan komersialisasi pendidikan baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta menjamin terlaksananya pendidikan yang berkualitas dengan menghasilkan lulusan yang mampu menjalani kehidupan dunia dengan segala kemajuannya (setelah menguasai ilmu pengetahuan dan keterampilan teknologi serta seni budaya ).
Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan, antara lain: sistem ekonomi, sistem politik, sistem sosial, ideologi, dan lainnya. Dengan demikian, penerapan ekonomi syari’ah sebagai pengganti ekonomi kapitalis ataupun sosialis akan menyeleraskan paradigma pemerintah dan masyarakat tentang penyelenggaraan pendidikan sebagai salah satu bentuk kewajiban negara kepada rakyatnya dengan tanpa adanya pembebanan biaya yang memberatkan ataupun diskriminasi terhadap masyarakat yang tidak memiliki sumber dana (capital).
Kedua, solusi teknis, yakni solusi untuk menyelesaikan berbagai permasalahan internal dalam penyelenggaraan sistem pendidikan. Diantaranya:
Secara tegas, pemerintah harus mempunyai komitmen untuk mengalokasikan dana pendidikan nasional dalam jumlah yang memadai yang diperoleh dari hasil-hasil eksploitasi sumber daya alam yang melimpah yang merupakan milik ummat. Dengan adanya ketersediaan dana tersebut, maka pemerintahpun dapat menyelesaikan permasalahan aksesibilitas pendidikan dengan memberikan pendidikan gratis kepada seluruh masyarakat usia sekolah dan siapapun yang belum bersekolah baik untuk tingkat pendidikan dasar (SD-SMP) maupun menengah (SLTA), bahkan harus pula berlanjut pada jenjang perguruan tinggi. merekrut jumlah tenaga pendidik sesuai kebutuhan di lapangan disertai dengan adanya jaminan kesejahteraan dan penghargaan untuk mereka. Pembangunan sarana dan prasarana yang layak dan berkualitas untuk menunjang proses belajar-mengajar. Melarang segala bentuk kapitalisasi dan komersialisasi pendidikan baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta menjamin terlaksananya pendidikan yang berkualitas dengan menghasilkan lulusan yang mampu menjalani kehidupan dunia dengan segala kemajuannya (setelah menguasai ilmu pengetahuan dan keterampilan teknologi serta seni budaya ).
Solusi dari
tokoh Pendidikan
Gurunya adalah putera daerah yang
kompeten, petani/peternak/ pengrajin/pengusaha sukses di daerahnya.
Pemerintah/Komunitas daerah hanya perlu merekrut 2 orang PAEDAGOGE dan PSIKOLOG
per Kabupaten untuk menyusun kurikulum berbasis POTENSI BISNIS di daerah.
Perpustakaan difokuskan kepada pengembangan potensi daerah ini.Dengan begitu,
pendidikan atau sekolah benar-benar menjadi tempat dimana BUSINESS dilahirkan,
dihidupkan dan diimplementasikan dalam dunia nyata untuk menghidupkan
Kesholehan Sosial dan Kesholehan Ekonomi di Daerah. (Harry Santosa). Tingkat
pendidikan dan tingkat ekonomi dari guru/dosen yang harus ditingkatkan sebagai
insentif dalam proses mengajar serta semakin banyak sekolah yang mempunyai
fasilitas yang memadai tetapi masih terlalu besar poverty gap antara
sekolah di kota dan di desa.” Prioritas yang paling mendesak dilakukan
pemerintah saat ini menurut Syamsul adalah perbaikan gaji, perbaikan kurikulum,
perbaikan peraturan/regulasi, dan pendistribusian subsidi pemerintah yang adil dan
menyeluruh. Selain itu kemampuan guru dan dosen sendiri harus ditingkatkan baik
melalui intensive training dan self-learning seperti research,
menulis di jurnal dll. Seharusnya hal-hal seperti inilah yang harus
ditingkatkan oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu para pendidik itu sendiri.
Good educators mean good education dan diharapkan akan menghasilkan para
lulusan yang bermutu dan siap kerja. (Syamsul Arief Rakhmadani, seorang staff
pengajar di INTI College)
Mengutif dari DR.H.Arief Rahman,MPd,sebagai Executive Chairman of Indonesian National Commision untuk Lembaga PBB UNESCO ini, adalah Mutu Guru. Di mana kesejahteraan mereka para guru harus diperhatikan dan diperbaiki, akademisnya juga harus diperbaiki, pola mengajarnya juga harus diperbaiki. Bangsa dan negara ini juga mempunyai andil dalam kesalahan besar terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Maksud saya adalah seolah-olah semua masalah besar pada pendidikan dibebankan atau ditujukan kepada Pemerintah saja, padahal itu adalah tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia juga atau tanggung jawab kita bersama. Saya beri contoh, jika ada sesuatu yg tidak beres dalam tatanan dunia pendidikan seharusnya kita tanyakan dulu kepada diri kita sendiri tentang permasalahan itu, dan kita berusaha ikut berpartisipasi positif dan aktif di dalam memajukan sistem pendidikan di Indonesia. Jangan hanya menyalahkan pemerintah saja. Dalam hal ini pemerintah itu hanya memberikan rambu-rambu pendidikan yang fleksibel yang dapat kita rembukan atau diskusikan bersama untuk hal perubahan atau penambahan di dalam rambu-rambu tersebut.
Mengutif dari DR.H.Arief Rahman,MPd,sebagai Executive Chairman of Indonesian National Commision untuk Lembaga PBB UNESCO ini, adalah Mutu Guru. Di mana kesejahteraan mereka para guru harus diperhatikan dan diperbaiki, akademisnya juga harus diperbaiki, pola mengajarnya juga harus diperbaiki. Bangsa dan negara ini juga mempunyai andil dalam kesalahan besar terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Maksud saya adalah seolah-olah semua masalah besar pada pendidikan dibebankan atau ditujukan kepada Pemerintah saja, padahal itu adalah tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia juga atau tanggung jawab kita bersama. Saya beri contoh, jika ada sesuatu yg tidak beres dalam tatanan dunia pendidikan seharusnya kita tanyakan dulu kepada diri kita sendiri tentang permasalahan itu, dan kita berusaha ikut berpartisipasi positif dan aktif di dalam memajukan sistem pendidikan di Indonesia. Jangan hanya menyalahkan pemerintah saja. Dalam hal ini pemerintah itu hanya memberikan rambu-rambu pendidikan yang fleksibel yang dapat kita rembukan atau diskusikan bersama untuk hal perubahan atau penambahan di dalam rambu-rambu tersebut.
Keterampilan
memecahkan masalah bukan seperti keterampilan pesulap mengeluarkan merpati dari
telapak tangan yang semula terlihat kosong, sebuah gerakan-gerakan tipu,
melainkan kemampuan yang benar-benar logis dan empiris, yang sering memerlukan
sejumlah waktu. Ommundsen mengusulkan langkah-langkah spesial, yang secara
heuristic (jembatan keledai-nya) dikenal dengan DENT, ialah: Define, Explore,
Narrow, Test, yang detailnya adalah:
a. Define the Problem Carefully (menemukenali
problem dengan cermat)
b. Explore Possible Solutions (menemukan
sebanyak mungkin alternatif solusi)
c. Narrow Your Choices (memilih
salah satu alternatif solusi)
d. Test Your Solution (menguji
solusi melalui pengumpulan data empiris).
Langkah-langkah yang lebih rinci
dikemukakan oleh Peng (2004), ialah:
a. Menjelaskan deskripsi masalah
b. Menganalisis penyebab
c. Mengenali dan menemukan
alternatif solusi
d. Menilai setiap alternatif solusi
e. Memilih salah satu alternatif
solusi
f. Mencoba memecahkan masalah
menggunakan cara terpilih
g. Menilai benarkan masalah telah
benar-benar terpecahkan
Sementara menurut Pranata (2006),
langkah-langkah pemecahan masalah secara analitis, adalah:
a. Menganalisis atau medefinisikan
masalah
b. Membuat atau menemukan
alternatif pemecahan masalah.
c. Mengevaluasi
alternatif-alternatif pemecahan masalah
d. Menerapkan solusi dan rencana
tindak lanjut.
Dengan latihan mengidentifikasi
masalah dan memecahkannya ini, siswa terlatih untuk dapat menemukan
keterampilan-keterampilan metakognisi atau keterampilan berpikir tingkat tinggi
(Eggen & Kauchak, 1996; DeGallow, 1999).
Dalam UNESCO Science Report 2008, Peter
J.Fensham (2008) menyatakan ada sebelas isu penting dalam kebijakan pendidikan
saintek di seluruh dunia :
1.
Issue a : science in schooling and its educational purposes (tujuan pendidikan sains di sekolah). Tujuan yang
jelas memberikan gambaran konten,
strategi pembelajaran, sistem evaluasi
yang akan dilaksanakan.
2.
Issue b : access and equity in science education (akses untuk pendidikan sains). Masih banyak negara di dunia
yang belum memberikan kesempatan yang luas untuk warganya dalam mendapatkan
pendidikan termasuk pendidikan sains.
3.
Issue c : interest in, and
about science (ketertarikan
terhadap sains rendah). Banyak siswa dan orang tua
khawatir dengan karir yang bisa dijalani anaknya melalui pendidikan sains.
4.
Issue d : how technology relates to science in education
(bagaimana mengaitkan teknologi dengan pendidikan sains). Pendidikan sains harus lebih progresif dan menjadikan sains dekat dengan kehidupan nyata (kontekstual) dan bisa diaplikasikan
(bagaimana mengaitkan teknologi dengan pendidikan sains). Pendidikan sains harus lebih progresif dan menjadikan sains dekat dengan kehidupan nyata (kontekstual) dan bisa diaplikasikan
5.
Issue e : the nature of science and inquiry (hakikat Sains dan inkuiri).
Pembelajaran sains di sekolah banyak
mengajarkan ilmu sains, tetapi proses sains
tidak pernah atau jarang diperlihatkan sehingga
terputus antara sains dengan kehidupan
sehari-hari siswa
6.
Issue f : scientific
literacy (melek
Sains). Tujuan utama pendidikan sains adalah menciptakan generasi muda yang
melek sains
7.
Issue g : quality of
learning in science (kualitas pembelajaran sains). Perlu peningkatan kualitas
pembelajaran sains terutama sistem asesmen
8.
Issue h : the use of ict in
science and technology education (penggunaan ICT dalam Pembelajaran sains). ICT
salah satu upaya agar pendidikan sains
bersifat kontektual tidak lagi bersifat
abstrak.
9.
Issue i : development of
relevant and effective assessment in science education (mengembangkan asesmen yang
tepat dan efektif untuk pendidikan
sains). Perlu pengembangan instrumen asesmen
yang bersifat autentik, dan
bervariasi sehingga tidak hanya menilai kemampuan kognitif.
10.
Issue j : science education in the primary or elementary
years (pendidikan
sains mulai dari sekolah dasar). Pendidikan
sains dimulai dari tahun tahun awal
pendidikan di SD diyakini akan membangun
ketertarikan siswa terhadap sains
11.
Issue k : professional
development of science teachers (meningkatkan profesionalisme guru).
Profesionalisme guru dalam pembelajaran sains
berpengaruh besar terhadap minat siswa pada
sains.
2.5 Solusi Alternative
Permasalahan
Pertama, pemahaman biologi menawarkan
pemenuhan personal dan kegembiraan, keuntungan untuk dibagikan dengan
siapa pun. Kedua, negara-negara dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan
dihadapkan dalam kehidupannya yang memerlukan informasi ilmiah dan cara
berpikir ilmiah untuk mengambil keputusan dan kepentingan orang banyak
yang perlu di informasikan seperti, udara, air dan hutan. Pemahaman
biologi dan kemampuan dalam IPA juga akan meningkatankan kapasitas siswa
untuk memegang pekerjaan penting dan produktif di masa depan. Masyarakat
bisnis memerlukan pekerja pemula yang siap.
Pendidikan di masa modernisasi menuntut penggunaan
ICT (Information and Commnucations Technology) dalam proses pembelajarannya.
Perkembangan pendidikan tentu saja berkaitan tentang kemampuan guru. Masa
modernisasi guru tidak hanya dituntut untuk menguasai materi pelajaran tetapi
juga dapat mengembangkan kemampuan dalam penggunaan ICT dalam proses
pembelajaran. Menyikapi hal tersebut, maka perguruan tinggi sebagai tempat awal
mengembangkan calon guru harus bisa menyesuaikan kondisi zaman yang terus
berkembang baik dari segi materi maupun teknologi.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bahwa dalam
penyelenggaraan suatu sistem pendidikan yang bermutu dan berkualitas baik harus
ada keseimbangan antara aspek yang mempengaruhi dari sistem pendidikan itu
sendiri. Dari disini dalam sistem pendidikan bahwa perhatian pemerintah juga
berperan penting dalam penyelenggaraan pendidikan.
3.2 Saran
Diharapkan
bagi semua pihak baik itu pemerintah maupun masyarakat mampu bekerja sama dalam
mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada di dalam sistem pendidikan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Hasbullah. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Edisi Revisi.
PT Raja Grafindo Persada, 2005. http://www. masbied. com/2010/2/20/problematika-pendidikan-di-indonesia-dan-solusi-pemecahannya/,diakses
pada 16 Nopember 2011.
Paidi.2008. Model Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran
Biologi di SMA. UNY Ttersedia online : http://staffnew.uny.ac.id/upload/132048519/penelitian/Artikel+Semnas+FMIPA2010+UNY.pdf akses
pada 12 November
2018
Sutriani,N.M.
2011 Problem-Problem
Pendidikan Dan Pemecahannya.FPAS-UNHI Tersedia online https://mdsutriani.wordpress.com/2012/06/20/problem-problem-pendidikan-dan-pemecahannya/ akses pada
12 November 2018