DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dalam kehidupan kita tak pernah terlepas dari orang
lain, yang mana kita membutuhkan mereka sebagai pelengkap dalam hidup kita,
akan tetapi sebelum kita mengenal siapa mereka dan bagaimana mereka kita harus
bisa beradaptasi dengan mereka terlebih dahulu. Individu merupakan organisme
tunggal, tanpa bantuan dari orang lain kita tidak bisa hidup sempurna. Jika
diperhatikan hewan-hewan yang ada di sekitar kita, kita akan melihat bahwa
setiap hewan diciptakan Tuhan dengan unik.Makhluk hidup (manusia, hewan dan
tumbuhan) selalu berkembang selama berjuta-juta tahun. Menunjukkan bahwa,
perkembangan makhluk hidup dari nenek moyang terdahulu terus berkesinambungan
hingga sekarang dengan berbagai proses yang dilewati. Bisa jadi makhluk hidup
tersebut merupakan perkembangan menuju bentuk yang kompleks atau sebaliknya.
Baik mamalia besar seperti gajah, kerbau, kuda, hingga serangga kecil seperti
lebah, kupu-kupu dan belalang diberi tuhan kemampuan dan bentuk tubuh yang
paling sesuai dengan tempat dan cara hidupnya. Adaptasi merupakan bentuk
penyuasaian yang dilakukan makhluk hidup agar bisa betahan hidup dalam
lingkungannya, terlebih lingkungan yang baru, bukan hanya pada manusia saja
tetapi juga pada hewan dan juga tumbuhan, mereka harus bisa beradaptasi dengan
lingkungan dimana mereka berada, demi mempertahankan kelangsungan hidup atau
dalam mempertahankan hidupnya. Salah satu penyebab kepunahan makhluk hidup
adalah ketidakmampuan makhluk hidup untuk beradaptasi dengan
lingkungan.Misalnya, ketika memindahkan seekor ikan yang diambil dari habitat
aslinya ke dalam kolam ikan buatan sendiri.Beberapa hari kemudian ikan yang
dipelihara mati.Kematian ikan ini disebabkan ikan tersebut tidak mampu
beradaptasi dengan lingkungan barunya. Maka jelaslah bahwa makhluk hidup yang
tidak beradaptasi dengan lingkungannya akan mengalami kepunahan.
Selama kehidupan masih tetap berlangsung,
kejadian-kejadian alam akan terus menyertai aktifitas kehidupan setiap
organisme yang ada didunia. Setiap
saat berlangsung peristiwa-peristiwa alam yang erat hubungannya dengan
kelangsungan hidup organisme yang ada di dalam nya, seperti banjir,
gunungmeletus, wabah penyakit, tanah longsor, badai, angin topan, gempa bumi
dan sebagainya.Keadaan ini dapat diartikan bahwa alam telah melakukan seleksi
terhadap organisme yang ada di dalamnya.Apabila organisme tersebut mampu
beradaptasi, maka organisme tersebut akan dapat bertahan hidup, tetapi bagi
organisme yang tidak mampu beradaptasi akan mati dan akhirnya punah. Peristiwa
inilah yang disebutdengan seleksi alam yang erat kaitannya dengan jenis
(spesies), macam (varian),rantai makanan, perkembangbiakan secara kawin,
genetika dan adaptasi.
Berdasarkan latar belakang diatas, penyusun
berinisiatif untuk membuat makalah mengenai seleksi alamdanadaptasi.Sehingga
diharapkan pembaca dapat lebih mengerti dan memahami konsep dari Adaptasi dan
Seleksi Alam yang sebenarnya. Terutama kita sebagai calon guru biologi yang
harus memahami secara detail tentang konseptual tersebut.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian dari adaptasi ?
2. Apa
saja macam-macam dari adaptasi hewan dan adaptasi tumbuhan?
3. Bagaimana
konsep dari Neodarwinisme?
4. Bagaimana
kaitan antara seleksi alam dan adaptasi?
C. Tujuan
1. Untuk
menjelaskan definisi dari adaptasi
2. Untuk
menjelaskan macam-macam dari adaptasi hewan dan adaptasi tumbuhan
3. Untuk
menjelaskan konsep dari Neodarwinisme
4. Untuk
menjelaskan hubungan antara seleksi alam dan adaptasi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Adaptasi
Salah
satu ciri makhluk hidup adalah mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya disebut
adaptasi. Adaptasi ini bertujuan untuk mempertahankan hidupnya. Tiap jenis
makhluk hidup memiliki cara-cara adaptasi yang berbeda terhadap lingkungannya (Endah, 2011).
Organisme yang mampu beradaptasi terhadap lingkungannya
mampu untuk :
· Memperoleh air, udara dan nutrisi (makanan).
· Mengatasi kondisi fisik lingkungan seperti
temperatur, cahaya dan panas.
· Mempertahankan hidup dari musuh alaminya.
bereproduksi.
· Merespon perubahan yang terjadi di sekitarnya
(Sutantri, 2014).
B.
Macam-macam Adaptasi hewan
a. Adaptasi Morfologi
Penyesuaian makhluk hidup melalui perubahan bentuk organ tubuh,
struktur tubuh atau alat-alat tubuh organisme untuk kelangsungan hidupnya (Sutantri,
2014).
Contoh dari adaptasi
morfologi :
·
Bentuk paruh
1)
Burung pipit mempunyai paruh pendek dan kuat. Bentuk paruh ini
sesuai untuk memakan jenis biji-bijian. Paruh ini berfungsi untuk menghancurkan
biji tersebut.
2)
Burung elang mempunyai paruh yang kuat, tajam
dan melengkung bagian ujungnya. Paruh seperti ini sesuai untuk mencabik
mangsanya.
3)
Bebek mempunyai paruh yang berbentuk seperti
sudut. Bentuk paruh ini sesuai untuk mencari makanan di tempat becek, berlupur
atau di air.
4)
Burung pelatuk mempunyai paruh yang panjang kuat dan runcing.
Paruh burung pelatuk untuk mencari serangga yang bersembunyi di kulit pohon.
Dalam lubang pohon, atau pada batang pohon yang lapuk.
5)
Burung kolibri mempunyai paruh berbentuk panjang dan runcing.
Bentuk paruh seperti ini memudahkan untuk menghisap nektar.
6)
Burung pelikan mempunyai paruh berkantong. Paruh yang demikian
memudahkannya untuk menangkap ikan dalam air (Sutantri,
2014).
Tabel 1. Bentuk paruh burung
Dari penjelasan di atas
dapat dikatakan bahwa ada kesesuaian antara bentuk paruh burung dengan jenis
makanannya (Sutantri, 2014).
·
Bentuk kaki
1)
Bentuk kaki burung kakatua untuk memanjat, selain itu juga untuk
memegang makanan.
2)
Kaki ayam untuk mengais tanah saat mencari
makanan.
3)
Burung elang mempunyai kaki kuat dan kuku yang tajam, kaki ini
untuk mencengkeram mangsanya.
4)
Burung pipit mempunyai kaki yang langsing yaitu untuk bertengger.
5)
Kaki itik dan pelikan berselaput sehingga cocok untuk berenang di
air.
6)
Burung pelatuk pandai memanjat karena bentuk kakinya sesuai untuk
memanjat (Endah,
2011).
Tabel 2. Bentuk kaki burung
·
Jenis mulut
1)
Mulut penghisap, serangga mempunyai cara khusus untuk memperoleh
makanan.
2)
Mulut penusuk, nyamuk mempunyai bentuk mulut penusuk dan
penghisap. Mulutnya dapat menghisap makanan berupa darah manusia atau hewan.
3)
Mulut penggigit dan pengunyah,
jangkrik mempunyai bentuk mulut penggigit dan pengunyah. Mulut ini mempunyai
gigi-gigi kecil untuk menguyah makanan yang berupa daun.
4)
Mulut penyerap, lalat rumah mempunyai alat
penyerap pada mulutnya. Alat penyerap ini seperti spons (gabus), alat ini untuk
menyerap makanan terutama yang berupa cairan (Endah, 2011).
Gambar 1. jenis mulut
·
Bentuk gigi pada hewan
Misalnya seperti gigi
singa, harimau, citah, macan, yang runcing dan tajam untuk makan daging,
sedangkan pada gigi sapi, kambing, kerbau, biri-biri, domba tidak runcing dan
tajam karena giginya lebih banyak dipakai untuk memotong rumput atau daun dan
untuk mengunyah makanan (Ariyantini, 2008).
b. Adaptasi Fisiologi
Adalah penyesuaian yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar yang menyebabkan
adanya penyesuaian pada alat-alat tubuh untuk mempertahankan hidup dengan baik.
Contoh adaptasi
morfologi pada hewan :
1)
Unta
Unta hidup di daerah padang pasir yang kering, gersang, dan panas.
Bentuk dan susunan tubuh unta sesuai dengan keadaan alam di padang pasir. Pada
saat minum unta mampu meneguk air dalam jumlah yang banyak. Air tersebut
disimpan sebagai cairan tubuh.
2)
Beruang kutub dan anjing laut
Beruang kutub dan anjing laut mempunyai lapisan lemak yang tebal
untuk bertahan hidup
di daerah yang dingin. Beruang kutub hidup di daerah kutub
yang dingin. Hewan yang hidup di daerah dingin mempunyai bentuk kaki yang besar
dan lebar untuk berjalan di salju. Bulunya tebal dan telinganya kecil untuk
mengurangi kehilangan panas.
3) Pinguin
Pinguin
merupakan hewan yang hidup di daerah kutub yang bersuhu dingin. Sejak lahir
pinguin memiliki bulu yang tebal. Bulu yang tebal ini membuatnya merasa hangat
walaupun berada di daerah yang dingin. Hal ini merupakan bentuk penyesuaian
diri pinguin terhadap lingkungannya(Ariyantini, 2008).
c. Adaptasi Tingkah Laku
Adaptasi tingkah laku adalah penyesuaian
tigkah laku makhluk hidup terhadap lingkungan tempat hidupnya. Contoh dari
adaptasi tingkah lau pada hewan adalah sebagai berikut :
1). Cumi-cumi, dan gurita
Cumi-cumi, dan gurita hidup di laut, ketika
diserang musuh hewan-hewan ini mengeluarkan cairan hitam seperti tinta.
Akibatnya air menjadi keruh. Saat itulah hewan-hewan ini melarikan diri.
Cumi-cumidapat berenang dengan cepat untuk menghindari musuhnya tersebut.
2)
Cicak dan kadal
Cicak dan kadal memutuskan ekornya jika
diserang oleh musuh, tindakan hewan memutuskan bagian tubuhnya disebut dengan autotomi.
Hal ini dilakukan untuk mengelabuhi musuhnya.
3)
Paus
Paus merupakan hewan mamalia yang hidup di
air. Mereka bernapas dengan paru-paru. Untuk menghirup udara yang mengandung
oksigen, hewan tersebut muncul ke permukaan air. Setiap paus muncul ke
permukaan air untuk menghirup udara sebanyak-banyaknya sampai paru-parunya
penuh sekali, yaitu sekitar 3.350 liter.Setelah itu, paus akan menyelam kembali
ke dalam air. Dengan udara sebanyak itu, paus mampu bertahan selama kira-kira
setengah jam di dalam air. Pada saat muncul kembali di permukaan air, hasil
oksidasi biologi dihembuskan melalui lubang hidung, seperti pancaran air
mancur. Sisa oksidasi ini berupa karbon dioksida yang jenuh dengan uap air yang
telah mengalami pengembunan (kondensasi).
4)
Kura-kura
Beberapa hewan melewati musim dingin dengan
tetap giat mencari makan. Sementara itu hewan yang lain bertahan hidup dengan
terlelap dalam suatu tidur khusus yang dinamakan hibernasi.
Ciri-ciri hewan yang melakukan hibernasi, yaitu suhu tubuh rendah serta detak
jantung dan pernapasan sangat lambat. Tujuannya untuk menghindari cuaca yang
sangat dingin, kekurangan makanan, dan menghemat energi.
5)
Bunglon
Bunglon dapat megubah warna kulit sesuai
dengan warna lingkungannya. Misalnya di daun yang berwarna hijau bunglon
berwarna hijau. Tindakan hewan mengubah warna kulitnya saat melindungi diri
dinamakan mimikri.
6)
Belalang daun
Belalang
daun biasanya hinggap di dedaunan untuk mencari makanan. Tubuh belalang daun
berwarna hijau mirip warna daun sehingga tersamarkan. Hal ini menyulitkan
musuhnya untuk mengetahui keberadaan belalang tersebut (Ariyantini, 2008).
C.
Macam-macam Adaptasi Tumbuhan
Ø Adaptasi Morfologi pada Tumbuhan
Berdasarkan
tempat hidupnya, tumbuhan dibedakan menjadi sebagai berikut.
- Xerofit, yaitu tumbuhan
yang menyesuaikan diri dengan lingkungan yang kering, contohnya kaktus.
Cara adaptasi xerofit.antara lain mempunyai daun berukuran kecil atau
bahkan tidak berdaun (mengalami modifikasi menjadi duri), batang dilapisi
lapisan lilin yang tebal, dan berakar panjang sehingga berjangkauan sangat
luas.
Gambar 2. Tanaman
kaktus
- Hidrofit. yaitu tumbuhan
yang menyesuaikan diri dengan lingkungan berair, contohnya teratai.
Cara adaptasi hidrofit, antara lain berdaun lebar dan tipis, serta
mempunyai banyak stomata. Batangnya berongga berisi udara
sehingga bias mengapung.
Gambar 3. Tanaman
Teratai
- Higrofit, yaitu
tumbuhan yang menyesuaikan diri dengan lingkungan lembap, contohnya
tumbuhan paku dan lumut.
Gambar 4. Tanaman
Paku
- Daun; Tumbuhan
insektivora (tumbuhan pemakan serangga), misalnya kantong semar,
memiliki daun yang berbentuk piala dengan permukaan dalam yang
licin sehingga dapat menggelincirkan serangga yang hinggap.
Dengan enzim yang dimiliki tumbuhan insektivora, serangga tersebut akan
dilumatkan, sehingga tumbuhan ini memperoleh unsur yang diperlukan.
Gambar 5. Tanaman
Kantong Semar
- Bunga; Bentuk bunga tumbuhan juga dapat dianggap sebagai adaptasi
morfologi. Bentuk bunga ini berkaitan dengan cara
penyerbukannya. Tumbuhan yang penyerbukannya dibantu serangga umumnya
memiliki warna perhiasan bunga yang menarik.
Gambar 6. Adaptai
Bunga
- Akar; Akar
tumbuhan gurun kuat dan panjang,berfungsi untuk menyerap air yang terdapat
jauh di dalam tanah. Sedangkan akar hawa pada tumbuhan bakau untuk
bernapas.
Gambar 7. Akar
tumbuhan bakau
Ø Adaptasi
fisiologi pada tumbuhan
- Tumbuhan yang
penyerbukannya dibantu oleh serangga mempunyai bunga yang berbau khas.
- Tumbuhan tertentu
menghasilkan zat khusus yang dapat menghambat pertumbuhan tumbuhan lain
atau melindungi diri terhadap herbivor. Misalnya semak azalea di Jepang
menghasilkan bahan kimia beracun sehingga rusa tidak memakan daunnya. (zat
alelopati).
D.
Konsep
dari Neodarwinisme
a. Pengertian Neo-Darwinisme
Teori evolusi Neo-Darwinisme mengatakan bahwa kehidupan berkembang
atau berevolusi melalui dua mekanisme alamiah: seleksi alam dan mutasi. Pada
dasarnya teori ini menekankan bahwa seleksi alam dan mutasi adalah dua
mekanisme yang saling melengkapi. Sumber dari perubahan secara evolusi adalah
mutasi acak yang terjadi dalam struktur genetik makhluk hidup. Sifat yang
dihasilkan dari mutasi ini kemudian dipilah dengan mekanisme seleksi alam, dan
dengan cara inilah makhluk hidup berevolusi.
b.
Tokoh dan Penganut Neo-Darwinisme
1.
Hukum
Hardy Weinberg
Hukum
Hardy-Weinberg menyatakan
bahwa frekuensi alel dan frekuensi genotipe dalam suatu populasi akan tetap
konstan, yakni berada dalam kesetimbangan dari satu generasi ke generasi
lainnya kecuali apabila terdapat pengaruh-pengaruh tertentu yang mengganggu
kesetimbangan tersebut. Pengaruh-pengaruh tersebut meliputi perkawinan tak
acak, mutasi, seleksi, ukuran populasi terbatas, hanyutan genetik, dan aliran
gen. Penting untuk dimengerti bahwa di luar laboratorium, satu atau lebih
pengaruh ini akan selalu ada. Oleh karena itu, kesetimbangan Hardy-Weinberg
sangatlah tidak mungkin terjadi di alam. Kesetimbangan genetik adalah suatu
keadaan ideal yang dapat dijadikan sebagai garis dasar untuk mengukur perubahan
genetik.
Syarat
berlakunya hukum Hardy-Weinberg:
a. Setiap
gen mempunyai viabilitas dan fertilitas yang sama
b. Perkawinan
terjadi secara acak
c. Tidak
terjadi mutasi gen atau frekuensi terjadinya mutasi sama besar
d. Tidak
terjadi migrasi
e. Jumlah
individu dari suatu populasi selalu besar
Jika lima syarat
yang diajukan dalam kesetimbangan Hardy Weinberg tadi banyak dilanggar, jelas
akan terjadi evolusi pada populasi tersebut, yang akan menyebabkan perubahan
perbandingan alel dalam populasi tersebut. Definisi evolusi sekarang dapat
dikatakan sebagai: ”Perubahan dari generasi ke generasi dalam hal frekuensi
alel atau genotipe populasi”. Dalam perubahan dalam kumpulan gen ini (yang
merupakan skala terkecil), spesifik dikenal sebagai mikroevolusi. Akan dibahas
5 penyebab mikroevolusi:
a. Genetic Drift (Hanyutan
Genetik)
Bayangkan anda melempar uang 10x dan mendapatkan hasil 3
angka,7 gambar. Anda masih bisa menerimanya. Jika anda melempar 100.000x dan
mendapatkan 30.000x gambar, anda akan curiga dengan mata uang tersebut. Semakin
kecil ukuran sampel, semakin besar peluangnya untuk terjadi penyimpangan dari
hasil ideal yang diharapkan. Misalkan, ada populasi bunga liar yang anggaplah
konstan terdiri dari 10 tumbuhan dengan AA=5, Aa=3, aa=1. Pada generasi
pertama, hanya 5 yang bereproduksi (1AA, 3Aa, dan 1aa). Selanjutnya, akan
terjadi 10 tumbuhan dengan AA=3, Aa=4, aa=3. Jika selenjutnya hanya 3 tumbuhan
yang menghasilkan keturunan (2AA dan 1Aa), pastilah alel a semakin tereduksi
dalam populasi tersebut. Inilah satu contoh mikroevolusi. Lainnya adalah Efek
Leher Botol (Bottleneck Effect), yakni faktor non seleksi alam
(misalkan bencana alam) yang memilih korban benar-korban secara acak). Contoh
klasik dari efek leher botol adalah habisnya variasi genetik anjing laut gajah
utara yang nyaris punah pada 1890 ketika jumlahnya hanya 20 ekor. Ketika diuji
pada 1970-an, 30.000 anjing laut gajah utara tidak memiliki variasi genetik
sama sekali yang dimungkinkan akibat pergeseran genetik. Perbandingan, variasi
genetik melimpah pada anjing laut gajah selatan yang hidup tentram. Hal ini
mirip sekali dengan apa yang dinamakan dengan Efek Pendiri (Founder
Effect), misalkan hanya ada beberapa biji-bijian yang terbawa oleh burung
ke pulau kecil, jelas potensi untuk menghasilkan populasi yang berbeda dengan
populasi tetuanya amat besar.
b. Gene Flow (Aliran Genetik)
Adalah pelanggaran syarat Kesetimbangan Hardy-Weinberg
yang mengatakan bahwa populasi harus terisolasi dari populasi lain. Misalkan
ada dua populasi bunga liar. Jika serbuk sari aa dari populasi pertama tertiup
ke populasi kedua, frekuensi alel aa akan meningkat terus pada populasi kedua.
c. Mutasi
Meskipun mutasi dalam lokus gen tertentu jarang terjadi,
dampak kumulatifnya dapat berakibat nyata. Hal ini disebabkan karena tiap
individu punya ribuan gen dan banyak populasi memiliki jutaan individu. Tentunya
dalam jangka panjang, mutasi sangat penting bagi evolusi karena posisinya
sebagai sumber asli variasi genetik yang merupakan seleksi alam.
d. Perkawinan
Tak Acak
Perkawinan Tak Acak Adalah
pelanggaran syarat kesetimbangan Hardy-Weinberg yang mengharapkan perkawinan
acak. Nyatanya, individu akan lebih sering kawin dengan tetangganya (bahkan
kawin dengan dirinya sendiri/selfing yang amat umum pada tumbuhan). Hal ini
akan mengurangi jumlah heterozygote dan meningkatkan jumlah homozygote dominan
dan resesif. Pun ada jenis perkawinan berdasar pilihan (assortative mating),
yakni individu (biasanya betina) cenderung memilih jantan dengan ciri-ciri
khusus. Bisa ditebak, ini menyebabkan pergeseran dalam perbandingan alel
tertentu.
e.
Seleksi Alam
Intinya adalah keberhasilan yang
berbeda dalam reproduksi. Seleksi alam menyebabkan perbandingan alel yang
diturunkan ke generasi berikutnya menjadi berubah dibandingkan perbandingan
alel di populasi awal. Di antara semua faktor mikroevolusi yang dibahas, hanya
seleksi alam yang mampu menyesuaikan populasi dengan lingkungannya. Seleksi
alam mengakumulasi dan mempertahankan genotipe yang menguntungkan dalam
populasi. Jika lingkungan berubah, seleksi alam akan “merespon” dengan
mempertahankan genotipe yang cocok dengan lingkungan yang baru. Akan tetapi,
derajat adaptasi hanya dapat diperluas dalam ruang lingkup keanekaragaman
genetik populasi tersebut.
Untuk memahami seleksi alam sebagai contoh Darwin melihat
peternak burung merpati selalumemilih jenis-jenis yang mempunyai sifat-sifat
yang paling dekat dengan apa yang dikehendakinya. Unggas pilihan ini dipakai
sebagai induk untuk keturunanberikutnya. Proses ini dilakukan berulang-ulang,
keturunan yang paling dekat atau yang mendekati dengan sifat-sifat yang di
kehendakinyadan yang tidak diinginkannyadi singkirkan tetapi keturunannya
mengalami seleksi maka burung yang dihasilkannya berbeda dari induk aslinya.
2.
Teori
Mendel
Johann Gregor Mendel adalah seorang ilmuwan yang
mempelopori penelitian dalam bidang genetika. Hasil penelitiannya mengenai
hukum pewarisan sifat dinilai oleh sejumlah ilmuwan sangat bertentangan dengan
teori Darwin mengenai seleksi alam. Sebagai bahan seleksi alam, Darwin
menekankan sifat kuantitatif, yaitu sifat-sifat dalam suatu populasi yang terus
bervariasi, seperti panjang bulu mamalia atau kecepatan binatang berlari
menghindar dari pemangsa. Namun dengan penemuan Mendel dapat diketahui bahwa
sifat kuantitatif dipengaruhi oleh lokus gen ganda. Meskipun Mendel dan Darwin
hidup pada masa yang sama namun penemuannya tidak dihargai pada saat itu.
Hingga pada suatu ketika sekitar tahun 1930-an teori Mendel dan teori Darwin
dipersatukan dan dasar geneik variasi dan seleksi alam dapat dipertemukan.
Konsep Mendel belum dapat diterima oleh para ahli
biologi pada waktu itu, hingga muncul penemuan kromosom secara mikroskopik yang
mendukung teori Mendel. Pada tahun 1900, beberapa ahli mengemukakan pendapatnya
tentang Teori Mendel secara terpisah. Mereka adalah Von Tscermak, de Vries, dan
Corren. Hasilnya, para ahli Biologi mulai mengakui kebenaran Teori Mendel bahwa
terdapat faktor penentu sifat-sifat organisme yang diwariskan dari satu
generasi ke generasi lainnya.
Teori pertama tentang sistem pewarisan yang dapat
diterima kebenarannya dikemukakan oleh Gregor Mendel pada tahun 1865. Teori ini
diajukan berdasarkan penelitian persilangan berbagai varietas kacang kapri (Pisum sativum). Dalam percobaannya
Mendel memilih tanaman yang memiliki sifat biologi yang mudah diamati. Berbagai
alasan dan keuntungan menggunakan tanaman kapri yaitu, (a) Tanaman kapri tidak
hanya memiliki bunga yang menarik, tetapi juga memiliki mahkota yang tersusun
sehingga melindungi bunga kapri terhadap fertilisasi oleh serbuk sari dari
bunga yang lain. Hasilnya, tiap bunga menyerbuk sendiri secara alami; (b)
Penyerbukan silang dapat dilakukan secara akurat dan bebas, dapat dipilih mana
tetua jantan dan betina yang diinginkan; (c) Mendel dapat mengumpulkan benih
dari tanaman yang disilangkan, kemudian menumbuhkannya dan mengamati
karakteristik (sifat) keturunannya. Mendel mempelajari beberapa pasang sifat
pada tanaman kapri. Masing-masing sifat yang dipelajari adalah: tinggi tanaman,
warna bunga, bentuk biji, dan lain-lain yang bersifat dominan dan resesif.
Mula-mula Mendel mengamati dan menganalisis data untuk setiap sifat, dikenal
dengan istilah monohibrid. Selain itu Mendel juga mengamati data kombinasi
antar sifat, dua sifat (dihibrid), tiga sifat (trihibrid) dan banyak sifat
(polihibrid). Hasil percobaannya ditulis dalam makalah yang berjudul Experiment in Plant Hybridization.
Varietas-varietas yang disilangkan disebut tetua
atau parental (P). Biji-biji hasil persilangan antar parental disebut biji
filial-1 (F1). Ciri-ciri F1 dicatat dan bijinya ditanam kembali. Tanaman yang
tumbuh dari bij F1 dibiarkan menyerbuk sendiri untuk menghasilkan biji generasi
berikutnya (F2). Dalam percobaannya Mendel mengamati sampai generasi F7, dan
juga melakukan persilangan antara F1 dengan salah satu tetuanya (test cross). Hasil percobaan monohibrid
menunjukkan bahwa pada seluruh tanaman F1 hanya ciri (sifat) dari salah satu
tetua yang muncul. Pada generasi F2, semua ciri yang dipunyai oleh tetua (P)
yang disilangkan muncul kembali. Ciri sifat tetua yang hilang pada F1 terjadi
karena tertutup, kemudian disebut ciri resesif, dan yang menutupi disebut
dominan. Dari seluruh percobaan monohibrid untuk 7 sifat yang diamati, pada F2
terdapat perbandingan yang mendekati 3:1 antara jumlah individu dengan ciri
dominan:resesif.
Sebagai salah satu kesimpulan dari percobaan
monohibridnya, Mendel menyatakan bahwa setiap sifat organisme ditentukan oleh
faktor, yang kemudian disebut gen. Faktor tersebut kemudian diwariskan dari
satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam setiap tanaman terdapat dua faktor
(sepasang) untuk masing-masing sifat, yang kemudian dikenal dengan istilah 2
alel; satu faktor berasal dari tetua jantan dan satu lagi berasal dari tetua
betina. Dalam penggabungan tersebut setiap faktor tetap utuh dan selalu mempertahankan
identitasnya.
Hukum ini terdiri dari dua bagian:
1)
Hukum pemisahan (segregation) dari
Mendel, juga dikenal sebagai Hukum Pertama Mendel, dan
2)
Hukum berpasangan secara bebas
(independent assortment) dari Mendel, juga dikenal sebagai Hukum Kedua Mendel.
- Hukum
Segregasi
Hukum
segregasi bebas menyatakan bahwa pada pembentukan gamet (sel kelamin), kedua
gen induk (Parent) yang merupakan pasangan alel akan memisah sehingga tiap-tiap
gamet menerima satu gen dari induknya.

Gambar 8. Perbandingan antara B (warna
coklat), b (warna putih), S (buntut pendek), dan s (buntut panjang) pada
generasi F2.
Secara garis besar, hukum ini mencakup tiga pokok:
1)
Gen memiliki bentuk-bentuk alternatif
yang mengatur variasi pada karakter turunannya. Ini adalah konsep mengenai dua
macam alel; alel resesif (tidak selalu nampak dari luar, dinyatakan dengan
huruf kecil, misalnya w), dan alel dominan (nampak dari luar, dinyatakan dengan
huruf besar, misalnya R).
2)
Setiap individu membawa sepasang gen,
satu dari tetua jantan (misalnya ww) dan satu dari tetua betina (misalnya RR).
3)
Jika sepasang gen ini merupakan dua alel
yang berbeda (Sb dan sB pada gambar 1), alel dominan (S atau B) akan selalu
terekspresikan (nampak secara visual dari luar). Alel resesif (s atau b) yang
tidak selalu terekspresikan, tetap akan diwariskan pada gamet yang dibentuk
pada turunannya.
- Hukum
asortasi bebas (hukum kedua Mendel)
Hukum kedua Mendel menyatakan bahwa bila dua
individu mempunyai dua pasang atau lebih sifat, maka diturunkannya sepasang
sifat secara bebas, tidak bergantung pada pasangan sifat yang lain. Dengan kata
lain, alel dengan gen sifat yang berbeda tidak saling memengaruhi. Hal ini
menjelaskan bahwa gen yang menentukan misal, tinggi tanaman dengan warna bunga
suatu tanaman, tidak saling memengaruhi.
Seperti nampak pada gambar 9, induk jantan (tingkat
1) mempunyai genotipe ww (secara fenotipe berwarna putih), dan induk betina
mempunyai genotipe RR (secara fenotipe berwarna merah). Keturunan pertama
(tingkat 2 pada gambar) merupakan persilangan dari genotipe induk jantan dan
induk betinanya, sehingga membentuk 4 individu baru (semuanya bergenotipe wR).
Selanjutnya, persilangan/perkawinan dari keturuan pertama ini akan membentuk
indidividu pada keturunan berikutnya (tingkat 3 pada gambar) dengan gamet R dan
w pada sisi kiri (induk jantan tingkat 2) dan gamet R dan w pada baris atas
(induk betina tingkat 2). Kombinasi gamet-gamet ini akan membentuk 4
kemungkinan individu seperti nampak pada papan catur pada tingkat 3 dengan
genotipe: RR, Rw, Rw, dan ww. Jadi pada tingkat 3 ini perbandingan genotipe RR
, (berwarna merah) Rw (juga berwarna merah) dan ww (berwarna putih) adalah 1:2:1.
Secara fenotipe perbandingan individu merah dan individu putih adalah 3:1.

Gambar 9. Hukum kedua mendel
Kalau contoh pada gambar 2 merupakan kombinasi dari
induk dengan satu sifat dominan (berupa warna), maka contoh pertama
menggambarkan induk-induk dengan 2 macam sifat dominan: bentuk buntut dan warna
kulit. Persilangan dari induk dengan satu sifat dominan disebut monohibrid,
sedang persilangan dari induk-induk dengan dua sifat dominan dikenal sebagai
dihibrid, dan seterusnya.
Pada gambar 1, sifat dominannya adalah bentuk buntut
(pendek dengan genotipe SS dan panjang dengan genotipe ss) serta warna kulit (putih
dengan genotipe bb dan coklat dengan genotipe BB).
c. Sejarah,
Perkembangan, dan Keruntuhan Teori Neo-Darwinisme
1.
Sejarah
Charles Darwin berpendapat bahwa makhluk hidup
selalu berubah. Perubahan ini merupakan hasil dari seleksi alam. Konsepnya
adalah keturunan dengan modifikasi yang mengalami perubahan berkelanjutan.
Distribusi geografis dan seleksi alam merupakan cara evolusi yang diungkapkan
oleh Darwin.
Kemudian, pada pergantian abad, ilmu pengetahuan
genetik mulai muncul di dunia. Ilmu genetika mengalami kemajuan yang pesat, dan
hal ini terus berlanjut hingga akhir tahun 90-an. Dengan memahami mengenai
keajaiban DNA (deoxyribonucleic acid)
dan fungsinya dalam reproduksi seksual, manusia dapat mengungkapkan misteri
kehidupan yang menakjubkan.
Para ahli genetika percaya bahwa seleksi alam
memiliki peranan dalam evolusi, namun tidak semua teori yang diungkapkan oleh
Darwin diterima. Beberapa peneliti berpendapat bahwa perubahan dan variasi
terjadi karena mutasi gen. Menurut mereka, mutasi gen yang terjadi pada makhluk
hidup, akan bergabung dengan teori evolusi Darwin melalui seleksi alam.
Teori evolusi
Neo-Darwinisme mengatakan bahwa kehidupan berkembang atau berevolusi melalui dua
mekanisme alamiah: seleksi alam dan mutasi. Pada dasarnya teori ini menekankan
bahwa seleksi alam dan mutasi adalah dua mekanisme yang saling melengkapi.
Sumber dari perubahan secara evolusi adalah mutasi acak yang terjadi dalam
struktur genetik makhluk hidup. Sifat yang dihasilkan dari mutasi ini kemudian
dipilah dengan mekanisme seleksi alam, dan dengan cara inilah makhluk hidup
berevolusi.
Saat ini, sebagian besar buku-buku genetika maupun
biologi umum, menggunakan ilmu genetika untuk mendukung teori evolusi organik
(evolusi biologi). Namun teori penciptaan ilmiah ini dianggap sebagai teori
yang tidak penting dan ditolak. Hal ini disebabkan oleh hukum hereditas
bertentangan dengan fakta evolusi.
2.
Perkembangan
Mutasi genetik memiliki peranan yang tidak sedikit
dalam teori evolusi. Dr. Simpson, dalam bukunya, Life: An Introduction to Biology, menuliskan: “Mutasi adalah
sesuatu yang luarbiasa dalam evolusi”. Selanjutnya, Dr. Simpson menegaskan,
tanpa mutasi gen, tidak akan terjadi evolusi. Dengan demikian, mutasi gen
bertanggungjawab pada kemajuan teori evolusi.
Menurut kamus Webster, mutasi merupakan perubahan
mendasar dan signifikan, atau perubahan fundamental dalam sifat hereditas yang
menghasilkan individu baru yang berbeda dengan orangtuanya. Jadi, mutasi
merupakan perubahan sifat keturunan yang disebabkan oleh perubahan materi
genetik. Perdebatan masih berlanjut, apakah perubahan yang bersifat merusak
atau membahayakan dapat disebut sebagai mutasi, atau apakah perubahan yang
hanya bersifat menguntungkan untuk organisme yang dapat menciptakan makhluk
hidup.
Teori seleksi alam Darwin memiliki kelemahan, yaitu
tidak dapat menjelaskan asal-usul tipe makhluk hidup. Ketika ahli botani
Belanda, Hugo deVries, mengusulkan teori mutasi pada pergantian abad, teori ini
dianggap sebagai “lawan” dari teori evolusi Darwin dan akhirnya ditolak. Dr.
deVries menyangkal teori evolusi Darwin dengan mengatakan, “seleksi alam dapat
menjelaskan makhluk hidup yang dapat bertahan, namun tidak dapat menjelaskan
asal-usul makhluk hidup tersebut”.
Seiring berjalannya waktu, para ahli evolusi
akhirnya menerima teori mutasi deVries dan juga teori seleksi alam Darwin.
Kedua teori ini menjadi penjelasan mekanisme evolusi. Selama tahun 1920-an dan
1930-an, para peneliti mulai menyadari bahwa kombinasi ide dari Darwin dan
deVries tidak cukup untuk mendukung penjelasan mekanisme evolusi. Para peneliti
akhirnya menyerah untuk mengungkapkan bagaimana evolusi terjadi, namun mereka
percaya akan mampu memecahkan misteri tersebut suatu saat nanti. Sebuah
pernyataan dari professor George H. Parker dari Universitas Harvard
mengilustrasikan perasaan para ahli pada tahun-tahun tersebut, yaitu: “karena
para ahli belum mengetahui bagaimana evolusi itu terjadi, bukan berarti kita
menentang evolusi itu sendiri”.
Pada akhirnya, para ahli evolusi tidak menemukan
bukti lainnya, sehingga mereka kembali menerima teori mutasi yang digabungkan
dengan seleksi alam, menjadi suatu mekanisme evolusi ganda. Pada saat ini, para
ahli evolusi telah mempelajari mengenai evolusi, sehingga menjadi jelas bahwa
variasi biasa maupun rekombinasi karakteristik yang ada dapat menghasilkan
kemajuan evolusi alam.
Fenomena mutasi menjadi komponen paling penting
dalam model evolusi. Masing-masing perubahan yang melalui proses seleksi alam
harus memiliki kegunaan positif di dalam lingkungan, sehingga berkontribusi
terhadap proses evolusi. Oleh karena itu, diperlukan suatu penelitian lebih
jauh mengenai mutasi gen.
3.
Keruntuhan
Ada sebuah fakta
ilmiah yang seketika meruntuhkan teori ini sepenuh-nya: Mutasi tidak
menyebabkan makhluk hidup berkembang; sebalik-nya, selalu merugikan mereka.
Alasannya sangat sederhana: DNA memiliki struktur yang sangat kompleks dan
pengaruh acak hanya dapat mengakibatkan kerusakan kepadanya.
Ahli genetika dari Amerika, B.G.
Ranganathan menjelaskan sebagai berikut: “Mutasi bersifat kecil, acak, dan
merugikan. Mereka jarang sekali terjadi dan kemungkinan terbaik adalah bahwa
mereka tidak berpengaruh. Keempat ciri dari mutasi ini berimplikasi bahwa
mutasi tidak dapat membawa kepada perkembangan evolusioner. Suatu perubahan
acak dalam sebuah organisme yang sangat terspesialisasi akan tak berpengaruh,
atau merugikan”.
Henry M. Morris, seorang ahli evolusi, juga
menambahkan, “Tidak ada cara yang mengontrol mutasi untuk menghasilkan
karakteristik yang dibutuhkan”. Ini salah satu fakta yang membuktikan bahwa
mutasi bersifat acak. Professor Waddington mengatakan: “mutasi jarang terjadi,
mungkin hanya satu dari jutaan hewan, atau satu kali dalam kehidupan”.
Francisco J. Ayala menulis dalam Philosophy
of Science bahwa: “kemungkinan terjadinya mutasi pada organisme yaitu
antara satu dari sepuluh ribu dan satu dari sejuta gen per generasi”. Para ahli
evolusi mengakui pada setiap penelitian biologi diketahui bahwa: mutasi jarang
terjadi, dan ketika benar terjadi, maka mutasi ini bersifat acak. Oleh sebab
itu, para ahli selanjutnya berpusat pada seberapa sering mutasi “baik” terjadi.
Tidak mengejutkan bahwa sejauh ini tidak ada contoh
mutasi yang bermanfaat. Semua mutasi terbukti merugikan. Telah dipahami bahwa
mutasi, yang ditampilkan sebagai sebuah “mekanisme evolusioner”, sebenarnya
merupakan peristiwa genetik yang merugikan makhluk hidup, dan menjadikan mereka
cacat (efek mutasi paling umum pada manusia adalah kanker). Tak diragukan,
sebuah mekanisme yang merusak tidak mungkin menjadi “mekanisme evolusioner”.
Para ahli evolusi melakukan penelitian lebih jauh
mengenai mutasi. Hermann J. Muller, Nobel Laureate, dan beberapa ahli genetika
lainnya menyatakan dalam American
Scientist bahwa: “mutasi bersifat acak, dan 99% dari mutasi tersebut
membahayakan”. Henry M. Morris meringkas efek buruk dari mutasi, sebagai
berikut: “mutasi yang bermanfaat memiliki karakteristik yang tersebunyi pada
gen (materi genetiknya) namun tidak terekspresi, sehingga para ahli ragu bahwa
mutasi benar-benar terjadi”.
Ada tiga alasan utama mengapa mutasi tidak dapat
dijadikan bukti yang mendukung pernyataan evolusionis:
a. Efek
langsung dari mutasi membahayakan
Mutasi terjadi secara acak, karenanya mutasi hampir
selalu merusak makhluk hidup yang mengalaminya. Logika mengatakan bahwa
intervensi secara tak sengaja pada sebuah struktur sempurna dan kompleks tidak
akan memperbaiki struktur tersebut, tetapi merusaknya. Dan memang, tidak pernah
ditemukan satu pun “mutasi yang bermanfaat”.
b. Mutasi
tidak menambahkan informasi baru pada DNA suatu organisme
Partikel-partikel penyusun informasi genetika
terenggut dari tempatnya, rusak atau terbawa ke tempat lain. Mutasi tidak dapat
memberi makhluk hidup organ atau sifat baru. Mutasi hanya meng-akibatkan
ketidaknormalan seperti kaki yang muncul di punggung, atau telinga yang tumbuh
dari perut.
c. Agar
dapat diwariskan pada generasi selanjutnya, mutasi harus terjadi pada sel-sel
reproduksi organisme tersebut
Perubahan acak yang terjadi pada sel biasa atau
organ tubuh tidak dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya. Sebagai
contoh, mata manusia yang berubah akibat efek radiasi atau sebab lain, tidak
akan diwariskan kepada generasi-generasi berikutnya.
Seleksi alam sama sekali tidak memberikan kontribusi
kepada teori evolusi, sebab mekanisme ini tidak pernah mampu menambah atau memperbaiki informasi genetis suatu
spesies. Seleksi alam juga tidak dapat mengubah satu spesies
menjadi spesies lain: bintang laut menjadi ikan, ikan menjadi katak, katak
menjadi buaya, atau buaya menjadi burung. Seleksi alam, di sisi lain, “tidak
dapat melakukan apa pun dengan sendirinya”, sebagaimana juga diakui oleh
Darwin. Fakta ini menunjukkan kepada kita bahwa tidak terdapat “mekanisme
evolusioner” di alam. Karena tidak ada mekanisme evolusioner, tidak mungkin
pula proses khayalan yang dinamakan evolusi pernah terjadi.
Teori neo-Darwinis telah ditumbangkan pula oleh catatan fosil. Tidak pernah ditemukan
di belahan dunia mana pun “bentuk-bentuk transisi” yang diasumsikan teori
neo-Darwinis sebagai bukti evolusi bertahap pada makhluk hidup dari spesies
primitif ke spesies lebih maju. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh George
Gaylord Simpson dari Universitas Harvard pada awal tahun 1944, yaitu:
“…bentuk-bentuk transisi berkelanjutan tidak dapat dilihat secara nyata. Oleh
karena itu, hal ini tidak dapat menghubungkan suatu kejadian dari spesies
tertentu, dan dibutuhkan suatu penjelasan yang lebih khusus dari para ahli
paleontologi”.
Fosil-fosil telah membuktikan bahwa makhluk hidup
tidak berasal dari evolusi bertahap, tetapi muncul tiba-tiba dan sudah
terbentuk sepenuhnya. Begitu pula perbandingan anatomi menunjukkan bahwa
spesies yang diduga telah berevolusi dari spesies lain ternyata memiliki
ciri-ciri anatomi yang sangat berbeda, sehingga mereka tidak mungkin menjadi
nenek moyang dan keturunannya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adaptasi.adalah
kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Macam-macam adaptasi hewan dibagi menjadi 3 macam, yaitu: adaptasi morfologi,
adaptasi fisiologi dan adaptasi tingkah laku. Sedangkan adaptasi tumbuhan dapat
dibedakan berdasarkan tempat hidupnya yaitu xerofit, hidrofit dan higrofit. Teori evolusi Neo-Darwinisme mengatakan
bahwa kehidupan berkembang atau berevolusi melalui dua mekanisme alamiah:
seleksi alam dan mutasi.
Hubungan antara seleksi
alam dengan adaptasi yaitu makhluk hidup yang hidup di bumi akan terseleksi
oleh alam secara alami dan makhluk hidup yang lolos seleksi alam akan melakukan
adaptasi dengan perubahan yang terjadi dilingkungannya, perubahan ini bias
adaptasi morfologi, fisiologinya sehingga spesies tersebut dapat bertahan hidup
dan tetap mempertahankan keturunannya.
B.
Saran
Dalam
penyusunan makalah ini semoga bisa bermanfaat bagi penyusun, pembaca
dan lainnya. Makalah ini masih banyak kekurangan yang sehingga membutuhkan
kritik dan saran yang membangun.
DAFTAR PUSTAKA
Abrori, Mufti. Teori_Neo_Darwinisme_Sejarah_dan_Perkembangan.
Tersedia [Online] : https://www.academia.edu/19686919/Teori_Neo_Darwinisme_Sejarah_dan_Perkembangan. Diakses tanggal 10 April 2018
Febti.2010. Adaptasi Pada Hewan Dan Tumbuhan.
Tersedia [Online]: https://febti90.wordpress.com/ipa3-2/adaptasi-pada-hewan-dan-tumbuhan/ Diakses
tanggal 10 April 2018
Hrybiologi.2011.Macam-macam adaptasi pada
makhluk hidup. Tersedi [Online]: https://hrysainsbiologi.wordpress.com/2013/02/17/macam-macam-adaptasi-pada-makhluk-hidup/ Diakses tanggal 10 April 2018
Lidya, Hicha. Makalah adaptasi dan seleksi alam. Tersedia [Online]: https://www. academia.edu /11694418/makalah_
adaptasi_dan_seleksi_alam.
Diakses tanggal 10 April 2018
Sastrodihardjo,S.1980.Teori Evolusi.Fakultas Matematika
danIlmu Pengetahuan Alam. Institut Tekmologi Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar